Mengapa bangsa Asia kalah kreatif dari bangsa Barat?
Mengapa
bangsa Asia kalah kreatif dari bangsa
Barat?
>
Prof. Ng Aik Kwang dari University of Queensland, dalam bukunya "Why Asians
>
Are Less Creative Than Westerners" yang dianggap kontroversial tapi
>
ternyata menjadi "best seller"
>
mengemukakan beberapa hal ttg bangsa-bangsa Asia yang telah membuka mata dan
> pikiran banyak
orang.
>
> 1.
Bagi kebanyakan org Asia, dlm budaya mereka, ukuran sukses dalam hidup
>
adalah banyaknya materi yang dimiliki
(rumah, mobil, uang dan harta lain).
> Passion (rasa cinta thdp sesuatu)
kurang dihargai. Akibatnya, bidang
> kreatifitas kalah populer oleh
profesi dokter, lawyer, dan sejenisnya yang
> dianggap bisa lebih cepat
menjadikan seorang utk memiliki kekayaan banyak.
>
>
2.
Bagi org Asia, banyaknya kekayaan yg dimiliki lbh dihargai drpd CARA
>
memperoleh kekayaan tersebut.
Tidak heran bila lebih banyak orang menyukai
> ceritera, novel, sinetron
atau film yang bertema orang miskin jadi kaya
> mendadak karena beruntung
menemukan harta karun, atau dijadikan istri oleh
> pangeran dan sejenis
itu. Tidak heran pula bila perilaku koruptif pun
> ditolerir/ diterima sbg
sesuatu yg wajar.
>
> 3.
Bagi org Asia, pendidikan identik dengan hafalan berbasis "kunci
jawaban"
> bukan pada pengertian.
Ujian Nasional, tes masuk PT dll semua berbasis
> hafalan. Sampai tingkat
sarjana, mahasiswa diharuskan hafal rumus2 Imu pasti
> dan ilmu hitung
lainnya bukan diarahkan utk memahami kapan dan bagaimana
> menggunakan
rumus rumus tersebut.
>
> 4.
Karena berbasis hafalan, murid2 di sekolah di Asia dijejali sebanyak
> mungkin pelajaran.
Mereka
dididik menjadi "Jack
of all trades, but master of
> none"
(tahu sedikit sedikit ttg banyak hal tapi tidak menguasai
apapun).
>
> 5. Karena berbasis hafalan, banyak pelajar Asia bisa jadi juara dlm
> Olympiade Fisika, dan
Matematika. Tapi hampir tidak pernah ada org Asia yang
> menang Nobel atau hadiah internasional
lainnya yg berbasis inovasi dan
> kreativitas.
>
>
6.
Orang Asia takut salah dan takut
kalah.
Akibat-nya sifat
> eksploratif sbg upaya memenuhi rasa penasaran dan
keberanian untuk mengambil
> resiko kurang
dihargai.
>>
7. Bagi kebanyakan bangsa Asia, bertanya artinya bodoh,
makanya rasa
> penasaran tidak mendapat tempat dalam proses pendidikan di
sekolah.
>
> 8. Karena takut salah dan takut dianggap bodoh, di
sekolah atau dalam
> seminar atau workshop, peserta jarang mau bertanya
tetapi stlh sesi berakhir
> peserta mengerumuni guru / narasumber utk
minta penjelasan tambahan.
>
>
Dalam
bukunya Prof.Ng Aik Kwang menawarkan bbrp solusi sbb:
>
> 1. Hargai
proses. Hargailah orang karena pengabdiannya bukan karena
kekayaannya.
>
> 2. Hentikan pendidikan berbasis kunci jawaban.
Biarkan murid memahami bidang
> yang paling disukainya.
>
> 3.
Jangan jejali murid dgn banyak hafalan, apalagi matematika. Untuk apa
>
diciptakan kalkulator kalau jawaban utk X x Y harus dihapalkan? Biarkan
>
murid memilih sedikit mata pelajaran tapi benar2 dikuasainya.
>
> 4.
Biarkan anak memilih profesi berdasarkan PASSION (rasa cinta) nya pada
>
bidang itu, bukan memaksanya mengambil jurusan atau profesi tertentu yg
>
lebih cepat menghasilkan uang
>
> 5. Dasar kreativitas adlh rasa
penasaran & berani ambil resiko. AYO
> BERTANYA!
>
> 6.
Guru adlh fasilitator, bukan dewa yang harus tahu segalanya. Mari akui
>
dgn bangga kalau kita tidak tahu.
>
> 7. Passion manusia adalah
anugerah Tuhan..sebagai orang tua kita
> bertanggung-jawab untuk
mengarahkan anak kita untuk menemukan passionnya dan
>
mensupportnya.
Mudah2an dengan begitu, kita bisa memiliki anak-anak dan cucu yang
kreatif, inovatif tapi juga memiliki integritas dan idealisme tinggi tanpa korupsi.
No comments:
Post a Comment